Selasa, 12 Juni 2012

SINOPSIS FILSAFAT ILMU Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan (Jerome R. Ravertz)


 



 

SEJARAH ILMU

I.        Ilmu dalam Peradaban zaman Kuno dan Abad Tengah
Kemunculan science Eropa dianggap bermula dari para filsuf negara-negara kota Yunani yang mendiami pantai dan pulau-pulau Mediterranian Timur, diakhir abad ke 6 dan ke 5 SM. Sebagai contohnya adalah ucapan Thales yang dikenal sebagai filsuf tertua. Thales berpendapat bahwa “Semuanya Adalah Air”. Dari pandangan tersebut menjelaskan bahwa filsafat Yunani Kuno lebih berminat pada penjelasan tentang fenomena dunia pencerapan inderawi (perceptual world) dari pada mengajukan pemikiran/pandangan praktis, mereka melakukannya dengan mengutamakan sebab-sebab dari pada pelaku-pelaku pribadi, meskipun sebab-sebab tersebut berasal dari analogi yang terdapat dalam pengalaman berkarya dan perilaku manusia (seperti prinsip-prinsip kosmisnya Empedokles tentang “cinta dan pertentangan”). Dalam perkembangannya ada suatu tradisi yang terjadi, yakni; aliran Phytagorean yang secara eksplisit menjadi sifat relegius. Aliran ini berusaha menemukan kunci bagi harmoni universal, baik yang bersifat alamiah maupun sosial, dan personalitas bilangan, yang dilihat sebagai susunan titik-titik terbentuk adalah bukti yang sangat penting. Zeno dan Parmenides adalah filsuf Eleatis, menggunakan suatu analisis konseptual yang canghih untuk mendukung filosofis yang menyatakan kesatuan eksistensi yang tak berubah. Plato yang hidup di awal abad ke 4 SM, adalah seorang filsuf earliest (paling awal/paling tua). Ia merupakan seorang  propagandis matematika yang sangat berpengaruh. Dalam republik ia beragumen bahwa geometri mempersiapkan pikiran untuk perbincangan dealektis tentang ide-ide yang nyata (the real ideas), dimana benda-benda inderawi tak lain dari pada bayang-bayangnya, dan dari sana menuju kebijaksanaan dan penerangan (illumination). Aristoteles (sekitar abad ke 4), adalah serang filsuf yang minatnya pada bidang alamiah dan manusia, termasuk etika dan metafisika. Melalui pengamatan yang akurat dan teorisasi yang disiplin, ia menciptakan sebuah ilmu biologis dan sebuah taksonomi yang banyak mirip dengan ilmu yang kita gunakan sekarang.
Dalam peradaban Romawi, masalah-maslah ilmiah didiskusikan dengan serius dikalangan orang Romawi hanya dalam hubungannya dengan filsafat-filsafat yang berbasis etis. Dua aliran yang terkenal pada zaman ini adalah Stisme dan Epikureanisme, yang pandangannya bahwa manusia harus bijaksana dan mengajarkan kebahagiaan.
Ilmu dalam abad pertengahan, peradaban Yunani-Romawi mencapai penggenapan siklusnya (± thn 1000). Pada setengah perjalanan abad ini, khususnya di Eropa sering juga disebut Abad Gelap. Di awal abad ke 11, sebagian besar orang terpelajar memahami ilmun kuno dalam cuplikan-cuplikan yang segelintir dan tercabik-cabik. Namun setelah abad ke 12, mengalami renaissance yang sebagian disebabkan oleh pergaulan dan beradaban Islam yang terdapat di Spanyol dan Palestina.

II.         Ilmu Dalam Peradaban-Peradaban Lain
Kebudayaan Islam dianggap paling relevan bagi ilmu Eropa. Hal ini dikarenakan  adanya kontak kultural yang aktif antara negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa menentukan. Hal ini dikarenakan para penakluk Arab pada umumnya membawa kedamaian dan kemakmuran bagi negeri-negeri yang didudukinya. Bangsa muslim juga toleran terhadap keyakinan-keyakinan monoteis lainya, sehingga orang-orang Yahudi mendapatkan posisi yang tinggi di negeri-negeri Islam pada saat mereka hampir tidak diizinkan hidup di Eropa.
Peradaban India adalah peradaban yang tertua sampai sekarang. ciri khas dari peradaban ini adalah kesadaran yang lebih tinggi (higher consciousness). Matematika India dengan sistim bilangan dan perhitungannya yang telah berkembang cukup tinggi, mempengaruhi aljabar Arab, juga melengkapi angka-angka utama Arab (yakni, sembilan digit dan satu angka nol dlam suatu sistim nilai-tempat).
Cina memunculkan tantangan yang lebih besar kepada sejarawan ilmu Eropa. Basis pengetahuan umumnya ialah keduniaan ini, meskipun didasarkan pada harmoni antara pribadi ketimbang keteraturan-keteraturan yang abstrak. Namun dibalik tantangan yang muncul tersebut, mempunyai sesuatu nilai yang patut dipelajari dari cara Cina Kuno yaitu perlunya pelaksanaan harmoni yang lembut antara diri individu dengan alam. Sedangkan Jepang yang selama beberapa abad merupakan jajahan kultural Cina, juga cukup mengambil andil dalam peradaban ilmu. Jepang mengalami penyingkapan singkat  dalam ilmu dan agama Barat sebelum para penguasanya di penghujung abad ke 17 memutuskan untuk menutup pintu pada pengaruh-pengaruh yang dianggap membahayakan.

III.      Pencipta Ilmu Eropa
Ilmu adalah ciptaan bangsa Eropa, meskipun peradaban-peradaban lain memberikan berbagai kontribusi yang penting kepadanya. Ilmu berakardalam pemikiran masyarakat – ilmu adalah bagian penting dari proses pencapaian dominasi atas bangsa yang lemah dan hingga kini masih merupakan ujung kebiadaban dunia. Penciptaan ilmu Eropa mempunyai dua fase; perkembangan teknis di abad ke 16 & revolusi filosofis di abad ke 17.
Kelahiran kembali ilmu di zaman Renesans adalah dengan penemuan manusia dan alam (produk renesance yang artistik pada abad ke 15 di Italia) termasuk didalamnya ilmu seni dan teknologi. Pada abad ke 16 dan 17 para filsuf menggabungkan unsur-unsur keahlian metalurgi, ilmu kedkteran, alkimia, agama, mistik, dan perbaikan sosial, dan pada hakekatnya mereka benar-benar berhasil sebagai ahli kimia.
Pada abad ke 17 terjadi revolusi dalam Filsafat Alam – terjadi perumusan kembali yang radikal terhadap objek-objek, metode-metode dan fungsi-fungsi pengetahuanh alamiah. Objek barunya ialah fenomena yang teratur di dunia tanpa sifat-sifat manusiawi dan spiritual, metode-metode barunya merupakan penelitian yang berdisiplin dan kooperatif, dan fungsi-fungsi barunya berupa gabungan dari pengetahuan ilmiah dan kekuasaan industrial.
Yang menjadi target utama serangan para revolusioner ialah pendidikan tradisional yang lebih tinggi yaitu yang dikenal dengan Skolastik.  Tokoh revolusioner abad ke 17 adalah sebagai berikut;
-          Francis Bacon di Inggris yang lahir pada thun 1567; dan
-          Galileo Galilei di Italia, yang lahir pada tahunn 1564. Keberhasilan filsafat ini, terjadi/terlihat pada akhir abad ke 17.



IV.       Ilmu di Zaman Revolusi Modern
Revolusi ini dimulai pada abad ke 18, yang dimulai dengan ilmu selama refolusi industri. Kebanyakan kemajuan dalam refolusi industri berasal dari ilmu yang rasionalisasi teknik-teknik kerajinan dan penemuan-penemuan mesin sederhana untuk menggantikan penggarapan-penggarapan manual. Penemuan yang pertama kali dalam revolusi ini adalah ditemukannya mesin uapvakum di Inggris (1711) yang berasal dari Pneumatika abad ke 17 dan dipengaruhi oleh seorang Insinyur Inggris, James Watt sejak tahun 1763. Hasil penemuan tersebut erat sekali kaitannya dengan perkembangan dari teori panas (theory of heat).
Gerakan refolusi modern ini juga disebut Pencerahan. Pencerahan dimulai pada tahun  1730-an oleh Viltaire; dia memakai citra newton untukn menantang/melawan ortodoksi kosmologi dan fisika Descrates yang berlaku resmi pada saat itu. Ilmu di zaman revolusi modern ini, merembet samapi ke Perancis. Refolusi ilmu di perancis menekankan pada suatu sistem pendidikan. Pusat sistem itu ialah Ecole Polytechinique di Paris, sebagian besar ditujukan untuk melakukan pelatihan pada insinyur angkatan bersenjata. Gaya dominan ilmu di zaman refolusi ialah matematis. Hasil dari ilmu tersebut yang masih ada sampai sekarang adalah sistem pengukuran yang didasarkan pada satuan-satuan alamiah dan rasional. Pada zaman ini pula ditemukan elektromagnetisme (1820) oleh fisikawan Belanda yaitu Hans Christian Qrsted, yang sekarang dikenal sebagai hasil akhir penelitian penelitian.

V.         Zaman Matangnya Ilmu-Ilmu
Pada zaman ini (selama abad 18) semua jenis bidang ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Satu demi satu disiplin ilmiah mengalami kemajuan ilmiah serupa dalam pencapaian sistem-sistem yang runtut dan dalam penciptaan lembaga-lembaga aktivitas ilmiah. Pada zaman ini ilmu mengalami perluasan yang meliputi penggabungan matematika dengan eksperimen dalam fisika, penerapan teori kepada eksperimen dalam kimia, dan eksperimen yang terkendali dalam biologi.  Kalau kita lihat dalam ilmu geologi, maka pada zaman ini geologi memiliki sisi filosofis dalam spekulasi-spekulasinya mengenai sejarah bumi dan memiliki sisi praktis dalam pemanfatan sumber daya alam. Thedormodinamika menyatukan ilmu-ilmu tentang panas dan kerja serta memungkinkan sebuah teori untuk mengembangkan perubuhan kimia. Akar perkembangan tersebut dimulai dari fisikawan di bidang kekuatan rekayasa (power engineering) yang dipelopori leh Sadi Carnot dari Perancis dan James Joule dari Inggris.
Sedangkan pada awal masa abad 20, ilmu bersifat profesional dalam organisasi sosialnya, reduksionis dalam gayanya, dan positif dalam jiwanya, serta ilmu sudah dipandang sebagai hasil karya penelkiyian murni. Hampir semua penelitiajn dilakukan oleh para ahli yang dilatih dengan sangat ketat, bekerja secara total atau seperlunya untuk pekerjaan ini dalam lembaga-lembaga khusus. Gaya pekerjaan pada periode ini sebagian besar bersifat reduksionis, penyelidikan dipusatkan pada proses-proses murni, stabil, dan dapat di kontrol secara buatan yang dapat terlaksana di laboratorium. Jiwa positif ilmu ini terlihat dengan meningkatnya pemisahannnya dari refleksi filosofis.


FILSAFAT ILMU

I.           Pendekatan Umum Pada Filsafat Ilmu
Pada hakikatnya filsafat ilmu pertama-tama berusaha menjelaskan unsur-unsur yang telibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu; prosedur-prosedur pengaatan, pola-pola argumen, metode penyajian dan perhitungan, peraandaian-peraandaian metafisik, dan sebagainya. Dari situ meka di emvaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika formal, metodologi praktis metafisika. Dalam perkembangan filsafat , ada dua topik yang sering disukai oleh para ilmuan;  ontologis atau ontal dan epistemologis. Pada tingkat yang lebih umum dan abstarak, filsafat ilmu tak ernah dapat dipisahkan sama sekali dari metafisika dan epistemologis. Oleh karena itu, pada penyelidikan pada masa kini pada filsafat ilmu memeuat upaya prasangka terhadap persoalan utama yakni apakah metode-metode analisis logis saja yang sah ataukah pada titik-titik tertentu topiknya bertumpang tindih secara sah dengan topik-topik yang berdekatan dengannya, seperti psikologi kognitif, sejarah lmu, dan epistemologi.

II.            Konseptualisasi dan Metodologi Ilmu
Pada bagian ini menjelaskan para filsuf diharuskan untuk mempertimbangkan bukan Cuma alam semesta yang terisolasi – sekedar tumpukan fakta-fakta empiris, yang menunggu dengan bisu ditemukan manusia – tetapi juga cara manusia mencerap dan menafsirkan sendiri fakta-fakta itu ketika memasukkannya kedlam genggaman suatuteori yang dapat dipahami yang didalmnya kesahihan ide-ide teoritis yang dihasilkan  (atau konsep-konsep) dipengaruhi leh pemrosesan data empiris. Klarifikasi metodologis dalam filsafat ilmu telah membawa kemajuan kreatif pada ilmu itu sendiri sehingga, pada gilirannya , memunculkan pengalaman baru yang dapat dimanfaatkan para filsuf untuk memajukan analisis metodologisnya.
Konseptualisasi untuk mendapatkan suatu hasil yang pasti maka dibutuhkan metodologi ilmu. Metodologi sendiri berfungsi sebagai sistem yang teratur yang didalamnya mencakup data empiris dan penafsiran teoritis. Prosedur empiris ilmu meliputi prosedur pengukuan yang membawa ilmuwan tiba pada pemikiran-pemikiran kuatitatifv terhadap variabel-variabel dan besaran-besaran yang dipertimbangkan didalam teori-teori mereka. Kemudian yang berikutnya adalah terdapat prosedur-prosedur analitis statistik untuk rancangan ekperimen-ekperimen ilmiah. Yang ada akhirnya penggunaan awal data empiris sang ilmuawan menharuskannya menggunakan prosedur-prosedur klarifikasi sistematik.
Bagi empiris, peraandaian fundamental ialah bahwa fakta-fakta yang membenarkan perubahan-perubahan dalam ide-ide ilmiah secara intelektual mendahului teori-teori, jika waktu mengisinkan, yang dikembangkan untuk menjelaskannya, dan juga dapat dikenali secara terpisah dan mendahului semua konstruksi teori. Dalam proses pengesahan dan pembenaran lmu yang telah diteliti maka diperlukan dua langkah; langkah formal yang menyimpulkan prediksi-prediksi baru dari teori tersebut dan langkah empiris yang menbandingkan prediksi-prediksi tersebut dengan fakta-fakta sehingga memperlihatkan kebenaran teori tersebut atau membuktikan kekeliruannya. Pada intinya penyatuan konseptual dan metodologis menyajikan suatu gerakan yang sejati dalam perkembangan pemikiran ilmiah; namun bentuk logis ilmu terpadu yang dituju para filsuf bukanlah sesuatu yang dapat diletakkannya secara definitif sebelum zamannya tiba.
III.         Isu-Isu Yang Lebih Dalam Dan Luas Yang Melibatkan Ilmu
Penulis dalam tulisannnya pada bagian ini membagikan dua bagian, yaitu; pertama status filosofis dan teori ilmiah; kedua hubungan antara ilmu dan budaya. Hal ini mau menjelaskan, bagaimana ilmu yang telah memlalui pembenaran dan dapat dibenarkan secara metodologis (penelitian ilmiah) harus dapat berkorelasi dengan budaya. Hal ini merupakan bentuk pendekatan yang mungkin tidak mejadikan masalah substantif – yang membatasi tapal batas ilmu secara eksakpada semua titik – jauh lebih mudah dibanding sebelumnya, namun ia mempunyai suatu keunggulan yang asli; ia menhargai fakta yang asli; ia menghargai fakta yang sangat penting, yang menarik perhatian khusus  pada konteks pembacaan ini ialah bahwa ciri khas ilmu terletak bukan pada tipe-tipe objek dan peristiwa yang dapat diakses ilmuwan melainkan dalam prosedur-prosedur intelektual yang dipakai dalam penyelidikan-penyelidikannya dan juga dalam jenis-jenis masalah yang membantunya mencapai solusi ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar