MELIHAT KEMBALI KEBERADAAN POLITIK
(Suatu analisis sederhana Perkembangan
Politik). Oleh: Mowdy Y.B. Meteng.
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat yang mempunyai ideologi
(lima dasar pemikiran untuk membangun Indonesia) yaitu pancasila. Pancasila
dapat dikatakan sebagai dasar acuan atau peraturan kehidupan seluruh masyarakat
di Indonesia. Hal ini dapat dibenarkan melalui sila-sila sebagai berikut:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dan
permusyawaratan dan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dengan banyaknya keanekaragaman agama,
budaya, suku, ras dan golongan, maka idealisme yang terkandung dalam Pancasila
sangat cocok diberlakukan di Indonesia. Namun, kalau kita melihat realita yang
terjadi mulai dari masa Orde Lama, Orde Baru, dan massa Reformasi, maka dapat
dikatakan bahwa pengimplikasian dari sila-sila diatas belum sepenuhnya
dijalankan dengan baik. Contohnya; kebebasan memeluk agama sesuai dengan
kepercayaan masing-masing, masih banyak masyarakat miskin, terjadinya kerusuhan
(contoh: kasus poso, pemisahan Timor lieste, Papua Merdeka), hak upah pekerjaan
yang tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan dan harga kebutuhan kehidupanya
sehari-hari, pembangaunan ifrastruktur yang tidak merata, serta masih banyak
kasus yang lainya. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi bukti bahwa ideologi
yang terkandung dalam Pancasila telah di kesampingkan. Dengan banyaknya
fenomena yang terjadi di bangsa ini, maka munculah figur-figur dengan ideologi memperjuangkan
hak-hak rakyat, sebagai contohnya Alm. Munir, yang memperjuangkan Hak Aasi
Manusia, dsb.
Seiring dengan waktu muncul
pemikiran-pemikiran yang brilian oleh para pemikir perorangan ataupun kelompok,
maka konsep pemikiran mereka diolah dalam suatu bentuk partisipasi politik yang
secara tidak langsung menentukan kebijakan pemerintahan. Partisipasi
politik sendiri dapat diartikan sebagai suatu kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan
jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kebijakan pemerintah baik
dipusat ataupun didaerah.
Ideologi yang muncul pada setiap
partai politik mulai pudar, contohnya ialah terjadinya korupsi, kolusi,
nepotisme. PARPOL bukan lagi memperjuangkan rakyat tetapi malahan
memperjuangkan kepentingan PARPOL, kelompok ataupun individu itu sendiri.
Contohnya; Adanya anggota legislatif yang terlibat KKN (kolusi, korupsi, nepotisme),
adanya partai politik yang memperjuangkan untuk memberlakukan syairat Islam di
Indonesia, mengubar janji-janji yang hanya membuat ”sorga telinga”, pembangunan
infrastruktur yang tidak merata akibat kepentingan-kepentingan tertentu, serta
jabatan-jabatan strategis dalam kepemerintahan dan lain-lain sebagainya.[1]
Dengan beberapa contoh fenomena yang
terjadi diatas, maka dengan sendirinya masyarakat mulai memahami bahwa politik
itu dipandang suatu hal yang negatif (dipandang sebagai suatu hal yang tidak
layak untuk diperjuangkan, dihargai, tidak ikut serta didalamnya, suatu hal
yang kotor, orang-orang yang licik).[2] Orang
mulai salah memahami konsep politik yang sebesanarnya. Oleh karena itu marilah
kita, memahami apa itu politik.
Politik berasal dari bahasa Yunani
”Politea” yang didalamya mengandung arti masyarakat dan kekuasaan.[3] Menurut Drs. Inu Kencana Syafiie, politik
dalam bahasa Arabnya disebut ”Siyasyah” atau dalam bahasa Inggris ”politics”;
politik itu sendiri berartikan cerdik – bijaksana.[4] Kata
politik sendiri dipakai dalam kepemerintahan. Meskipun demikian para ahli
politik sangat susah untuk mendevinisikan secara pasti apa iti politik. Dengan
demikian saya mendefinisikan ”Politik” adalah suatu kekuasaan yang diberlakukan
secara bijaksana untuk diberlakukan kepada masayarakat demi kepentingan
masyarakat itu sendiri. Karena politik itu bukanlah semata-mata kekuasaan,
namun politik itu pengabdian.
Beberapa pandangan orang yang
keliru mengenai politik:
-
Politik itu kepentingan pribadi.
-
Politik cuma untuk orang yang ambisius.
-
Politik itu mengejar uang.
-
Politik itu sesuatu yang kotor.
-
Politik itu cenderung akan melakukan KKN.
-
Politik itu hanya orang yang mencari ”Show Image”
-
Politik itu suatu hal yang
-
Politik bertentangan dengan kehendak Allah.
-
Politik itu licik.
-
Politik itu ”alat” untuk berdusta.
Dengan melihat beberapa pandangan
politik yang salah diatas, maka yang menjadi pertanyaannya sekarang ialah
bagaimana mengubah konsep pemahaman yang keliru itu. Untuk mengubah pemahaman
yang demikian maka perlu pelaksanaan pendidikan politik; antara lain: diskusi
terbuka, penerapan pendidikan politik harus dari pendidikan formal terendah
sampai ke PT (perguruan tingi). Mengapa demikian? Karena kalau pendidikan
politik itu diterapkan sejak dini, maka secara psikologi hal itu akan tertata
dan tertanam dalam pola tingkah laku politik yang sebenarnya dan pada etika
politik yang semestinya. Dan hal itu akan mengubah pandangan dan prilaku
politik yang menyimpang akan menjadi prilaku politik yang sebenarnya.
Oleh karena itu marilah kita, wujudkan
praktek politik yang dapat memajukan perkembangan pribadi, daerah, bahkan
bangsa Indonesia.
Asal-usul dan devinisi politik.
Kata Politik bersal dari bahasa Yunani, yang
dalam perkembanganya kata politik diadopsi oleh Negara-negara di dunia,
termasuk bahasa Indonesia. Politik (ilmu) dapat diartikan sebgai penegetahuan
mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti sistem, dasar-dasar
pemerintahan).[5]
Kata poitik muncul pada zaman klasik Yunani, yaitu sebuah Negara yang pusat kotanya
disebut polis. Kata polis mulai muncul dan dipahami setelah pada tahun 374 SM,
Plato menulis sebuah buku mengenai “Ideal
Politea” dan kemudian oleh murid-muridnya (termasuk didalamnya Aristoteles
pada tahun 322 SM) menyebut karangan Plato adalah mengenai soal-soal kenegaraan
politikon.
Kalau kita
melihat secara terminology, istilah politik dalam bahasa Yunani yang berhubungan erat dengan asal kata
politik adalah:
-
Politew :
Hidup sebagai warga masyarakat, mengurus masyarakat, manjadi politikus.
-
Poliv :
Rakyat, Kota, Negara, kewargaan.
-
Politeia :
Hak warga masyarakat, pengurus kota, bentuk pemerintahan, urusan Negara,
konstitusi.
Dari pemahaman politik secara terminology di atas, maka nyata bahwa pada hakekatnya poltik menyangkut
kehidupan masyarakat, menyangkut semua orang, atau dengan kata lain setiap
orang ketika lahir langsung terlibat dalam proses berpolitik. Berpolitik adalah
tanggung jawab seruh masyarakat yang menyangkut kepentingan seluruh warga
masyarkat. Partai politik adalah salah satu lembaga politik yang ada sebagai
perwujudan atau sistim untuk menata
masyarakat yang adil dan makmur, sehingga politikus yang benar dan bertanggung
jawab adalah orang yang memperhatikan dan menangani kepentingan seluruh warga
masyarakat. Secara falsafah pengertian kata poliik merupakan asal kata dari politiea, yang terbagi dari dua kata, yaitu polis dan alitea. “Polis”
artinya wilayah, masyarakat, kota. Sedangkan “Aliteia” artinya keadilan dan
kebenaran. Jadi, politik (politea) adalah suatu wilayah/kumpulan orang ynag
merdeka yang menjunjung nilai-nilai keadilan dan kebenaran.[6]
Politik juga mempunyai radius yang sangat luas dan menyangkut segala bidang
kehidupan manusia, karena politik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan dan
keadilan.[7]
Sejalan dengan
pemahaman politik di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa politik adalah
sesuatu yang alamiah , kehidupan kita sehari-hari , sebagai suatu kumpulan
masyarakat yang bercita-cita keadilan dan kebenaran, yang dalam perwujudan
cita-citanya terbentuk/dibentuk system-sistem politik, lembaga-lembaga politik.
Sehingga politik juga dapat dikatan sebagai ilmu kenegaraan, seni mengatur atau
mengurus Negara yang mencakup semua kebijakan/tindakan dalam urusan
kenegaraan/pemerintahan.[8]
Dalam
perkembangannya, politik dipahami dengan semakin luas. Politik diungkapkan dan
dijalankan secara berbeda-beda yang memberi arti berbeda-beda terhadap politik
itu sendiri yang sebenarnya juga adalah bagian
dari arena politik.[9]
Yang kemudian Wirjono memperluas lagi bahwa Ilmu politik adalah ilmu
pengetahuan atau cara menegetahui gerakan kemasyarakatan ada satu bidang
politik, dimana ada sautu pergerakan masyarakat yang sangat penting, yang
berupa adu kekuatan yang mencari perimbangan – kekuatan atau balance of power. Dan sebagaimana arti politik
yang dihubungkan juga sebagai suatu seni, maka unsur kesenian inilah yang
menyebabkan kelincahan dalam gerakan-gerakan politis, yang bersifat dinamis.[10]
Sehingga benar yang dikatakan Charles Taylor bahwa kita setuju sampai batas
tertentu dengan pembedaan teori yang bersifat normative dengan yang bersifat
menjelaskan, dan tetap mengakui bahwa isu yang paling pokok adalah mengenai apa
yang sesungguhnya terjadi dalam masyarakat.[11]
Hal ini membawa kita pada pengertian bahwa masyarakat adalah dasar dan tujuan
politik.
Sebagaimana yang
dimaksudkan dari Sirait dengan melihat
politik Athena kuno, sebagai salah satu
Negara kota yang dianggap penting dalam perkembangan dan pemikiran
(birth place) politik, maka politik akan semakin dapat dipahami bahwa dengan sesuatu
yang ada didalamnya adalah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.
A.2. Sistim Politik.
Politik
sebagai suatu kesatuan yang bercita-citakan kesejahteraan membentuk
system-sistem sebagai mana sarana pencapaian cita-cita. Adapun system politik
yang dirasa relevan, yaitu :
- Demokrasi
Demokrasi yang
paling ringkas tetapi memiliki makna yang paling dala dan terbaik diberikan
Abram Lincoln melalui pidatonya di Gettysburg 1863, yakni: “government of
people, by people, for the people (artinya: pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat).[12]
Bagi demokrasi, tidak ada suatu kebenaran yang tidak dapat ditentang dan
digugat. Demokrasi akan menjadi suatu system yang membuka debat dan diskusi
untuk merumuskan pendapat bersama. Istilah musyawarah merupakan hubungan yang
sangat dekat dan tidak terpisahkan dengan demokrasi. Prinsip lain yang paling
mendasar dalam demkrasi adalah pengakuan terhadap kesetaraan/keadilan.
- Aristokarasi
Aristokrasi
(Yunani: aristo, berarti the best =terbaik, dan cratos yang memerintah),
prinsip yang mendasari aristokrasi adalah kesadaran tentang adanya kecakapan
yang berbeda dan keyakinannya bahwa tidak semua orang dapat
memerintah.berangkat dari pemahaman itu, proses yang terjadi pada suatu Negara
tidak tergantung pada system tetapi pada kecakapan, kejujuran, kapasistas atau
kemampuan memimpin. Dengan demikian aristokrasi percaya dan menggantungkan diri
pada figure dan bukan pada system. Persoalan yang paling mendasar adalah
kecenderungan manusia yang rakus, bernafsu dan mementingkan kepentingan
dirisendiri.
- Monarki
Monarki (Yunani:
monarchia, dari kata monos, artinya tunggal dan kata arche artinya memerintah.
Dalam bentuk monarki yang murni, pada diri seorang raja atau penguasa mengupal
supremasi kekuasaan dan kewenangan dalam pembuatan undang-undang (perkataan
raja adalah hukum) pengakuan administrasi dan kekuasaan pengadilan dan
karenanya ia berkuasa sangat mutlak. Pada diri seorang (raja), seluruh
kehidupan masyarakat digantungkan, dank arena itu rakyat hanya senantiasa berdoa,
melakukan ritus-ritus keagamaan dan berharap, supaya mereka memiliki raja yang
bijaksana, adil, sehat dan mensejahterakan, system pengaturan pergantian
(sukses) raja pada monarki adalah berdasarkan keturunan.[13]
IMAN KRISTEN DAN ETIKA POLITIK
Akhir-akhir ini
kita sering mendengar kalimat “gereja harus berperan dalam dunia politik”.
Pernyataan yang demikian bagi sebagian orang hal itu keliru. Namun dilain
pihak, ada juga orang yang beranggapan gereja layak untuk masuk kedalam
politik. Mengapa demikian?...
Dalam pembahasan
kali ini, politik juga dapat dikatakan sebagai seni yang bersangkut-paut dengan
pengambilan keputusan/kebijakan oleh rang-orang yang berbeda kepentingannya,
dimana pengambilan keputusan ini menyangkut masa depan orang banyak. Etika politik
adalah kaidah-kaidak moral yang dipertimbangkan dalam proses pengambilan
keputusan/kebijakan. Proses pengambilan keputusan ini banyak orang menyebutnya
dengan strategi, yang tidak perlu bersifat formal tetapi lebih banyak kepada
penyentuhan kegiatan kepada masayarakat atau jemaat.
Oleh
karena itu, dapat kiata membayangkan bagaimana seandainya kalau umat Kristen
tidak berperan dalam mengambil suatu keputusan/kebijakan. Hal ini tentunya
merupakan tanda awas bagi umat
Kristen, namun tanda awas juga bagi kita umat kriten yang berperan dalam
politik. Mengapa? Karena sering kali kita terbuai dengan nikmatnya kekuasaan
dan kedudukan yang kita dapat.
Ada
juga umat Kristen yang terjun dalam politik, dengan landasan menjadi garam dan
terang dunia (Matius 5:13, 14). Hal itu memang tidak keliru kalau hal itu
memang diimplementasikan dalam praktiknya. Umat Kristen haruslah senantiasa
“bernafaskan semangat Kristen” dan berbuat dengan landasan cinta kaih dan
keadilan.
Dengan
demikian sebagai umat Kristen apa yang harus kita perbuat selanjutnnya? Yang
akan diperbuat ialah bagaimana kita dapat mengimplementasikan kehidupan yang
berlandaskan cinta kasih yang berkeadilan yang sesuai dengan batasan-batasan
norma kekristenan yang diperuntukan bagi kepentingan orang banyak, bukan untuk
kepentingan pribadi.
Mudah-mudahan
segala yang dipraktikan mengenai politik akan kembali dipraktikan dengan benar
bagi setiap insane manusia.
[1] Pernyataan tersebut di katakan oleh LAKSAMANA
SUKARDI, dalam acara reality show “TATAP MUKA” stasiun ANTV, pada tanggal 22
Februari 2009, jam 23 – 00 WITA.
[2] Catatan dan angket penelitian mengenai konsep
pemahaman politik pribadi.
[3] Pemahaman tersebut sangat berdekatan dengan seorang
ahli ilmu politik Lasswell yang berpendapat bahwa politik merupakan kekuasaan.
[4] Meskipun demikian para ahli politik sangat
susah untuk mendevinisikan secara pasti apa iti politik. Karena bernicara
mengenai politik sangat luas bidangnya.
[5] Moelyono., Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta:
BPK gunung Mulia, 2001).
[6] Catatan, diskusi dengan Pdt K.H. Rondo, M.Th. 1 April
2009.
[7] Band. Varma SP., Teori
Politik Modern, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007) hal 257.
[8] Band. Heuken Sj., Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Cipta
Loka Karya, 2000)
[9] Saut Sirait., Politik Kristen di Indonesia, (Jakarta
BPK Gunung Mulia) hal 22.
[10] Prodjodikoro W., Asas-asas Ilmu Negara dan politik, (Jakarta: Eresco,
1981) hal 11.
[11] Christoper R., Teori Sosial dan praktek politik,
(Jakarta: Rajawali, 1986) hal 93
[12] Abraham Lincoln adalah Presiden Amerika Serikat ke 16
(tahun 1863). Kemudian di menininggal pada tahun1865. Kalimat tersebut
dikatakan olehnya pada waktu pidatonya selama 2 menit, setelah pidato presiden
dari Negara bagian selam 2 jam.
[13] Bnd. Saut Sirait., Politik Kristen di Indonesia, (Jakarta:
Bpk Gunung Mulia, 2001) hal 30-37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar