Selasa, 12 Juni 2012

Teologi Feminis: HATI ALLAH BAGAIKAN HATI SEORANG IBU (Marie Claire Barth-Frommel)


Judul Buku            : HATI ALLAH BAGAIKAN HATI SEORANG IBU: Pengantar Teologi Feminis
Penulis                   : Marie Claire Barth-Frommel
Penerbit                 : PT. BPK Gunung Mulia., Jakarta 2003.
Cetakan                  : Pertama.


“Buku ini dalam penjelasannya cukup panjang, sehingga saya akan mengalimatkannya dengan se-sederhana mungkin, sehingga paling tidak kita/pembaca dapat memahami setiap bagian dalam tulisan buku ini.”


BAGIAN I
PEREMPUAN MEMBACA ALKITAB

Bab 1
Mengapa Timbul Feminisme dan Teologi Feminis
                Dominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan pada umumnya di benarkan oleh paham kodrat. Menurut paham ini, kodrat laki-laki adalah kuat, pemberani, rasional, produktif, menghasilkan kekayaan, menciptakan budaya, sanggup membuat perencanaan.[1] Sedangkan kodrat perempuan adalah lemah lembut, penakut perasa, reproduktif, suka memelihara apa yang ada dan meneruskan keterampilan lama, bisa melayani dan suka dipimpin. Dari pandangan tersebut maka perempuan dianggap “rendah” dari pada kaum laki-laki. Paham kodrat ini di pakai sampai pada permulaan tahun 1980-an. Dari pemahan demikianlah sehingga muncul kaum feminisme, yang  memandang perempuan adalah sederajat dengan kaum laki-laki; mempunyai hak dan kewajiban dan kesetaraan yang sama.
                Feminisme ingin menunjukan pada masyarakat bahwa laki-laki maupun perempuan hidup dan bekerjasama sebagai mitra sejajar yang mempunyai tanggungjawab yang sama. Namun Feminisme juga mengakui perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun begitu, Feminisme tidak menginginkan dominasi kaum perempuan terhadap laki-laki ataupun masyarakat pada umumnya. Kaum Feminis mewariskan pemikiran eksklusif yang menentukan kebudayaan barat (yang berpikir secara eksklusif), dan mencari pemikiran inklusif yang menerima kepelbagaian sebagai kekayaan dan dorongan untuk mencari kebenaran yang lebh dalam dan utuh.
Oleh karena itu, sebagai orang kristen hendak menekankan ketuhanan atau keilahian sebagai rahasia yang melampaui segala sesuatu yang dapat kita bayangkan dan pekirkan sehingga ia dapat didekati dari berbagai segi. Dalam hubungan dengan penganut agama dan ideologi lain, kita hendaknya bekerja demi keadilan dan perdamaian, serta kehiduan manusia dan berusaha memberi kesaksian atas kasih Allah.

Bab 2
Bagaimana Perempuan Membaca Alkitab
(Hermeneutik atau Metode Pemahaman)
Tafsiran feminis hanya salah satu tafsiran diantara sekian banyak tafsiran yang ada. Pengalaman manusia adalah titik tolak dan titik akhir dari lingkaran penafsiran. Dengan itu setiap penafsir (dan aliran penafsiran) telah mengalami kehadiran dan tindakan Allah.
Keyakinan dasar akan martabat manusia laki-laki dan perempuan menyangkut laki-laki dan perempuan keduanya manusia setingkat  dan sederajat dalam kesamaan dan perbedaan mereka. Teolog feminis juga berusaha menyingkirkan sikap patriarkal dan androsentris, eksklusif, individualis. Oleh karena itu menurut kaum feminis dalam tafsiran harus memerlukan kerendahan hati dalam cara berpikir dan keterbukaan yang radikal terhadap penyataan ilahi yang terdapat di lingkungan agama dan budaya.


BAB 3
PEREMPUAN MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA
Yang menjadi bahasan pertama yaitu  Allah menjadikan manusia menurut gambarNya. Dalam bahasan pertama ini menekankan pada penciptaan yang Allah lakukan ini adalah prakarsaNya sendiri tanpa ada penolong/yang membantu (Kej 1:1 -2:4a). Penjelasan mengenai “manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah”  mau menjelaskan bahwa baik laki-laki dan perempuan merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang istimewa dengan mengemban tanggung jawab dalam persekutuan dengan Allah, dan disitulah letak tanggung jawab manusia kepada Allah; apakah dia berhasil atau gagal. Sebab Allah telah memberi “kuasa” kepada manusia.
Bahasan yang berikutnya, Kejadian 2:4b-3:24; menjelaskan mengenai hubungan yang kini terdapat antara Allah dan manusia, antara laki-laki dan perempuan, antara tanah dan manusia. Juga menampilkan cerita Sara dan Hagar yang melukiskan persaingan antara dua perempuan. Dalam tulisan ini juga menceritakan Kepercayaan Abraham diuji, serta yang lainnya.

Bab 4
Perempuan Membaca Injil Kerajaan Allah
                Pada Bab 4 ini penulis buku menceritakan bagaimana proses kelahiran Yesus sampai wafatnya. Cerita pada bagian ini dimulai dari proses kandungan Maria (Ibunda Yesus) yang adalah seorang perawan yang secara tiba-tiba mengandung tanpa adanya hubungan badan antara laki-laki dan perempuan sebagai proses untuk mendapatkan keturunan. Namun dengan kuasa Allah, malalui malaikat Gabriel meberitahukan kepada Maria bahwa ia akan mengandng seorang anak; anak itu dipenuhi dengan Roh Kudus yang adalah sebagai Anak Allah yang akan menebus dosa manusia.
                Pada cerita selanjutnya dijelaskan perjalanan kehidupan Yesus serta bagaimana karya-karya Yesus, yang memberitakan karya-karya Allah bagi manusia. Yang pada akhirnya mati di kayu salib demi menebus dosa umat manusia. Dalam cerita bagian terakhir bab ini, mengangkat serta menjelaskan tentang sosok perempuan yang  “membaca terlebih dahulu Injil Kerajan Allah” dengan melihat kubur kosong, sebagai pertanda Yesus menggenapi ucapannya yaitu akan bangkit pada hari yang ketiga; serta terangkat ke surga.[2]
                Namun penulis juga mencatat bahwa meskipun “anak Allah” terangkat ke surga tetapi dia telah mengutus Roh Kudus untuk menyertai “murid-murid: Yesus dalam penugasan mengabarkan/menyebarkan Injil ke seluruh negeri/bumi dan menjadikan semua bangsa menjadi muridNya.

Bab 5
Perempuan Membaca Surat-Surat Rasuli
Dalam bagian ini penulis menjelasakn bahwa semua orang di baptis, satu dalam Kristus (Galatia 3:26-28) serta menyatakan bahwa semua orang diberikan Roh Allah; selain Roh Kudus (1 Kor 12:3b).  dalam bab 5 ini, ada hal yang menarik yang dikemukakan oleh penulis; yaitu karunia yang semakin penting dalam gereja, yaitu keperawanan. Paulus menasihatkan agar gadis-gadis yang dipertunangkan selagi kanak-kanak sedapatnya jangan bersatu dengan tunangannya untuk menjadi isterinya (1 Kor 7:35). Bagi Paulus kemungkinan untuk hidup seorang diri dan menahan diri dari kehidupan seksual serta keterikatan dalam keluarga merupakan suatu karunia. Namun Paulus juga mengakui pernikahan dapat menjadi karunia dan bahwa setiap orang harus memiliki jalannya sendiri di hadapan Tuhan. Semua karunia itu dimaksudkan untuk memperlengkapi orang kudus bagi pekerjaan pelayanan (Ef 4:12). Penulis juga  menjelaskan bahwa Paulus mempertahankan ajaran Kristus bahwa dalam pernikahan suami dan isteri merupakan mitra sejajar dengan hak dan kewajiban yang sama (Mrk 10:1-12).


BAGIAN II
PEREMPUAN MENGAKU PERCAYA

Bab 6
Mengaku Percaya Kepada Allah Yang Melampaui
Segala Bayangan Manusia
Mengaku percaya berarti mempercayakan diri pada Allah yang menciptakan, memelihara, dan memanggil kita. Pengakuan ini menentukan hidup kita seutuhnya. Pengakuan ini berdasarkan pengalaman pribadi orang yang percaya dan pada segi lain memperoleh bentuk dalam suatu umat beragama. Maksudnya pengalaman ini berkembang dalam kebersamaan yang di alami melalui ibadah, perayaan, gaya dan pola hidup serta pengajaran dan tradisi suatu beragama. Atau dapat dikalimatkan; bahwa manusia percaya kepada Allah/lebih dekat dengan Allah ketika Allah mengaruniakan suatu pergumulan tertentu dalam kehidupan kesehariannya (pada situasi tersebut maka manusia tidak dapat “mencerna” apa rencana Allah bagi manusia).  Penulis juga mengakui bahwa sebagian besar perempuan lah yang sering beribadah.[3]

Bab 7
Aku Percaya Pada Allah, Bapa yang Mahakuasa Khalik dan Bumi.
Aada satu pertanyaan yang menjadi dasar penjelasan dari bab ini; Dalam arti manakah Allah tatut dipanggil Bapa? Apakah kesaksian Alkitab?
a.        Dalam Perjanjian Lama, Raja (Maz 2:7) dan Israel disebut anak Allah (Kel 4:22 dan Hosea 11:1) dan warga anak-anakNya (Yes 1:2; Yr 3:19; Ul 14:1) sehingga Allah dilihat sebagai Bapa atau orang tua.
b.       Dalam Perjanjian Baru, Yesus memanggl Allah “Abba” yaitu sebutan mesra antara seorang anak pada bapanya (Markus 14:3) dan panggilan ini pun lazim dalam jemaat (Gal 4:6; Rm 8:15).
Penulis dalam menyimpulkan pendapat diatas bahwa dalam kesaksian Alkitab tidak ada nada patriarkal dalam panggilan Allahsebagai Bapa. Akan tetapi lemahnya kiasan keibuan memungkinkan bahwa tafsiran kiasan Bapa semakin lama semakin berat sebelah. Oleh karena itu penulis mengangkat kembali pandangan bahwa “kiasan Allah yang mengasihi manusia sama seperti seorang ibu yang mengasihi. Jadi dapat dikatakan bahwa Aku percaya kepada Allah Bapa yamg maha kuasa langit dan bumi, menjelaskan bahwa Allah yang kita sembah merupakan Allah yang mampu dan menguasai serta berkehendak terhadap ciptaaNya.

Bap 8
Aku Percaya pada Yesus Kristus
Yesus telah banyak ditafsirkan untuk menguatkan iman orang Kristen zaman sekarang. Dengan demikian pemahaman tentang Yesus sejak awal mula gereja tampaknya beraneka ragam, namun bergerak dalam kerangka yang jelas. Kristologi dikembangkan dalam ruang yang terbuka antara berita Injil, tradisi gerejawi purba dan tuntutan hidup setiap bagian umat Kristen dalam lingkungan masyarakat tertentu. Ajaran itu berintikan Injil dan tradisi gereja, tetapi diberi bentuk  dan diaktualisasikan sedemikian rupa sehingga ia dapat dipahami dan deberitakan pada zaman dan tempat baru. Dalam tradisi Kristen dikembangkan suatu kristologi yang menekankan kuasa Yesus sebagai Kristus, Tuhan Raja (Anak Allah, Anak Daud), Firman yang menjadi darah daging manusia –setingkat, sederajat dengan Allah, Juruselamat Tunggal, Imam besar yang memperdamaikan manusia.



Bab 9
Aku Percaya roh Kudus dan Menghormati Hikmat
Dengan kalimat sederhana dapat dipahami pada pokoknya, Roh dan Hikmat menghubungkanciptaan dengan sang Khalik serta makhluk yang satu dengan yang lainnya dan demikian menjalankan fungsi ilahi dari segi yang baru lagi. Dalam ajaran Feminis; Allah bukan “sendirian”, jauh lebih dari segala sesuatu. Ia sendiri menghayati persekutuan yang sempurna dan persekutuan itu memungkinkan bahwa kita berpikir allah itu serentak imanen dan transenden. Feminis juga menekankan persekutuan antara ketiga oknum yang secara hakiki, setingkat dan sederajat. Justru karena mereka berbeda dan setingkat, maka mereka dapat menjalani persekutuan yang mengaburkan kekhassan masing-masing.

Bab 10
Gereja Yang Kudus dan Am
(Persekutuan Orang Kudus, Pengampunan Dosa,
Kebangkitan daging dan Hidup yang kekal)
Sebagai lembaga, gereja (Gereja adalah tubuh Kristus dan kita para anggotanya: Rm 12:15; 6:15; 1 Kor10:17; Ef 1:23; 4:4, 12, dll)  berkembang dalam sejarah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, serta mengikuti pola-pola masyarakat sekitarnya. Semangat oikumene hendak mewujud nyatakan Gereja yang Am dan memperbaharui menurut pola injil yang terus berkembang sesuai dengan zamannya. Dalam perkembangan teologi Feminis sangat menekankan pada hidup yang utuh atau hidup berdamai sejahtera dalam hubungannya dengan Allah, sesama, dan lingkungan. Karena Allah senantiasa menagampuni dosa dan telah menebus dosa manusia. Manusia tinggal bagaimana menghayatinya dalam praktek hidup kesehariannya. Sehinnga ketika manusia mati dan dibangkitkan pada saat kedatangan Yesus ke dua kalinya, maka yang diterimannya adalah kebangkitan daging dan menerima karunia kehidpan yang kekal.

BAGIAN III
PEREMPUAN BERTINDAK

Bab 11
Siapakah Manusia?
Ketika muncul pertanyaan diatas maka jawabannya adalah laki-laki dan perempuan. Pada bagian tulisan ini adalah inti dari etika perempuan. Etika perempuan sering kurang terpandang karena berakar dalam lingkungan keluarga dan rukun tetangga dan terutama memperhatikan orang per orang dalam situasi masing-masing. Disini juga menekankan bahwa manusia harus hidup berdampingan untuk kesejahteraannya yang juga menyangkut bagaimana hubungannya dengan masyarakat dan budaya setempat serta hubungannya dengan alam.

Bab 12
Manusia Hidup di Dunia yang Kacau
Pada tulisan bab 12 menceritakan bagaimana manusia hidup di dunia ini yang dalam kehidupan kesehariannya penuh dengan persoalan tentang kejahatan, penderitaan dan dosa. Sebagai contohnya adalah kisah kehidupan Ayub, yang oleh Allah memberikan bergumulan kepada Ayub dan melalui pergumulan itupun Ayub terus mencari Allah. Dan Allah pun tetap menertai Ayub.

Bab 13
Dasar Etika Kristen: Mengasihi Allah dan semua
Bukan kita yan telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi manusia dan telah mengutus AnakNya. (Yoh 4:10-11). Dasar etika kristen terletak dalam sikap dan tindakan Allah. Etika menjawab tindakan Allah yang menciptakan, memelihara, menemani dan memanggil kita. Dialah “kuasa yang menjalin hubungan” dan kitapun harus menjawabnya; bersama dengan Dia kita berusaha menghadapi ancaman ketidakbaikan.

Bab 14
Etika Khusus
Etika khusus ini membahas mengenai etika keluarga dan etika seksual. Etika keluarga umumnya bersandar ada pengalaman dalam keluarga. Dalam etika keluarga juga berbicara mengenai pernikahan. Pernikahan ini sendiri dimaksudkan untuk menjelkaskan bahwa sebagai orang tua untuk memberi pengarahan terhadap anaknya dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Dalam etika keluarga ini memahami bahwa laki-laki dan perempuan adalah sejajar kedudukannya, serta mempunyai hubungan timbal balik yang memiki tanggung jawab masing-masing. Sedangkann pada etika seksualitas menerangkan bahwa seksualitas adalah sebagi pemberian Allah. Seksualitas dapat dilakukan dengan benar jiki laki-laki dan perempuan sudah terjalin hubungan pernikahan. Hubungan seksual dimaksudkan bahwa itu terjadi karena cinta dan saling mengenal dan menerima sat sama lain. Inilah yang disebut kemitraan. Namun sering juga dijumpai masih banyak yang tidak memahami etika dalam hungan seksual, sehingga terjadi penyalahgunan seksual; antara lain: hubungan seksual diluar nikah, homoseksual dll.

BAB 15
ETIKA MASYARAKAT
Manusia yang adalah unsur yang ada dalam masyrakat pada prinsipnya dalam kehidupan masyarakat haruslah bekerja sebagi tanggung jawab atas kesejahteraan dirinya dan keluarganya. Dalam pandangan Feminis, kita menegaskan dihadapan Allah tidak ada yang bekerja lebih tinggi dan yang rendah, setiap pekerjan berguna untuk menunjang hidup. Kalu kita melihat peran perempuan dalam bekerja, maka perempuan besusah paya untuk bekerja agar jabatannya naik. Gaya kepemimpinan partisipatif lebih mudah diterapkan dalam organisasi perempuan, dan disitu tempat terbaik untuk mengembangkan dan melatihnya, tetapi sebagai orang yang mencita-citakan suatu masyarakat bahwa laki-laki dan perempuan bekerjasama, kita harus mempersiapkan diri untuk memimpin dalam lingkungan umum.

               
Kesimpulan dan pendapat singkat
Dari semua tulisan diatas maka penulis buku mengemukakan bahwa Feminis kristen menekankan hubungan timbal balik antara Allah, manusia, dan alam ciptaan sebagai inti hidup. Kesejajaran laki-laki dan perempuan itulah yang menjadi kewajiban manusia terhadap Allah.


[1]  Bnd. Hal 8. Thomas Aquinas; hanya laki-laki yang sepenuhnya dijadikan menurut gambar Allah, perempuan pada dirinya tidak.  Ibu (perempuan dikiaskan sebagai ladang, sedangkan Bapak (laki-laki) di gambarkan sebagai petani yang menabur benih.
[2] Maria Magdalena menurut penulis sebagai rasul perempuan yang memberitakan Injil. Lihat Hal 108.
[3] Lihat hal 137, baris ke 3 dan 4.

SINOPSIS FILSAFAT ILMU Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan (Jerome R. Ravertz)


 



 

SEJARAH ILMU

I.        Ilmu dalam Peradaban zaman Kuno dan Abad Tengah
Kemunculan science Eropa dianggap bermula dari para filsuf negara-negara kota Yunani yang mendiami pantai dan pulau-pulau Mediterranian Timur, diakhir abad ke 6 dan ke 5 SM. Sebagai contohnya adalah ucapan Thales yang dikenal sebagai filsuf tertua. Thales berpendapat bahwa “Semuanya Adalah Air”. Dari pandangan tersebut menjelaskan bahwa filsafat Yunani Kuno lebih berminat pada penjelasan tentang fenomena dunia pencerapan inderawi (perceptual world) dari pada mengajukan pemikiran/pandangan praktis, mereka melakukannya dengan mengutamakan sebab-sebab dari pada pelaku-pelaku pribadi, meskipun sebab-sebab tersebut berasal dari analogi yang terdapat dalam pengalaman berkarya dan perilaku manusia (seperti prinsip-prinsip kosmisnya Empedokles tentang “cinta dan pertentangan”). Dalam perkembangannya ada suatu tradisi yang terjadi, yakni; aliran Phytagorean yang secara eksplisit menjadi sifat relegius. Aliran ini berusaha menemukan kunci bagi harmoni universal, baik yang bersifat alamiah maupun sosial, dan personalitas bilangan, yang dilihat sebagai susunan titik-titik terbentuk adalah bukti yang sangat penting. Zeno dan Parmenides adalah filsuf Eleatis, menggunakan suatu analisis konseptual yang canghih untuk mendukung filosofis yang menyatakan kesatuan eksistensi yang tak berubah. Plato yang hidup di awal abad ke 4 SM, adalah seorang filsuf earliest (paling awal/paling tua). Ia merupakan seorang  propagandis matematika yang sangat berpengaruh. Dalam republik ia beragumen bahwa geometri mempersiapkan pikiran untuk perbincangan dealektis tentang ide-ide yang nyata (the real ideas), dimana benda-benda inderawi tak lain dari pada bayang-bayangnya, dan dari sana menuju kebijaksanaan dan penerangan (illumination). Aristoteles (sekitar abad ke 4), adalah serang filsuf yang minatnya pada bidang alamiah dan manusia, termasuk etika dan metafisika. Melalui pengamatan yang akurat dan teorisasi yang disiplin, ia menciptakan sebuah ilmu biologis dan sebuah taksonomi yang banyak mirip dengan ilmu yang kita gunakan sekarang.
Dalam peradaban Romawi, masalah-maslah ilmiah didiskusikan dengan serius dikalangan orang Romawi hanya dalam hubungannya dengan filsafat-filsafat yang berbasis etis. Dua aliran yang terkenal pada zaman ini adalah Stisme dan Epikureanisme, yang pandangannya bahwa manusia harus bijaksana dan mengajarkan kebahagiaan.
Ilmu dalam abad pertengahan, peradaban Yunani-Romawi mencapai penggenapan siklusnya (± thn 1000). Pada setengah perjalanan abad ini, khususnya di Eropa sering juga disebut Abad Gelap. Di awal abad ke 11, sebagian besar orang terpelajar memahami ilmun kuno dalam cuplikan-cuplikan yang segelintir dan tercabik-cabik. Namun setelah abad ke 12, mengalami renaissance yang sebagian disebabkan oleh pergaulan dan beradaban Islam yang terdapat di Spanyol dan Palestina.

II.         Ilmu Dalam Peradaban-Peradaban Lain
Kebudayaan Islam dianggap paling relevan bagi ilmu Eropa. Hal ini dikarenakan  adanya kontak kultural yang aktif antara negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa menentukan. Hal ini dikarenakan para penakluk Arab pada umumnya membawa kedamaian dan kemakmuran bagi negeri-negeri yang didudukinya. Bangsa muslim juga toleran terhadap keyakinan-keyakinan monoteis lainya, sehingga orang-orang Yahudi mendapatkan posisi yang tinggi di negeri-negeri Islam pada saat mereka hampir tidak diizinkan hidup di Eropa.
Peradaban India adalah peradaban yang tertua sampai sekarang. ciri khas dari peradaban ini adalah kesadaran yang lebih tinggi (higher consciousness). Matematika India dengan sistim bilangan dan perhitungannya yang telah berkembang cukup tinggi, mempengaruhi aljabar Arab, juga melengkapi angka-angka utama Arab (yakni, sembilan digit dan satu angka nol dlam suatu sistim nilai-tempat).
Cina memunculkan tantangan yang lebih besar kepada sejarawan ilmu Eropa. Basis pengetahuan umumnya ialah keduniaan ini, meskipun didasarkan pada harmoni antara pribadi ketimbang keteraturan-keteraturan yang abstrak. Namun dibalik tantangan yang muncul tersebut, mempunyai sesuatu nilai yang patut dipelajari dari cara Cina Kuno yaitu perlunya pelaksanaan harmoni yang lembut antara diri individu dengan alam. Sedangkan Jepang yang selama beberapa abad merupakan jajahan kultural Cina, juga cukup mengambil andil dalam peradaban ilmu. Jepang mengalami penyingkapan singkat  dalam ilmu dan agama Barat sebelum para penguasanya di penghujung abad ke 17 memutuskan untuk menutup pintu pada pengaruh-pengaruh yang dianggap membahayakan.

III.      Pencipta Ilmu Eropa
Ilmu adalah ciptaan bangsa Eropa, meskipun peradaban-peradaban lain memberikan berbagai kontribusi yang penting kepadanya. Ilmu berakardalam pemikiran masyarakat – ilmu adalah bagian penting dari proses pencapaian dominasi atas bangsa yang lemah dan hingga kini masih merupakan ujung kebiadaban dunia. Penciptaan ilmu Eropa mempunyai dua fase; perkembangan teknis di abad ke 16 & revolusi filosofis di abad ke 17.
Kelahiran kembali ilmu di zaman Renesans adalah dengan penemuan manusia dan alam (produk renesance yang artistik pada abad ke 15 di Italia) termasuk didalamnya ilmu seni dan teknologi. Pada abad ke 16 dan 17 para filsuf menggabungkan unsur-unsur keahlian metalurgi, ilmu kedkteran, alkimia, agama, mistik, dan perbaikan sosial, dan pada hakekatnya mereka benar-benar berhasil sebagai ahli kimia.
Pada abad ke 17 terjadi revolusi dalam Filsafat Alam – terjadi perumusan kembali yang radikal terhadap objek-objek, metode-metode dan fungsi-fungsi pengetahuanh alamiah. Objek barunya ialah fenomena yang teratur di dunia tanpa sifat-sifat manusiawi dan spiritual, metode-metode barunya merupakan penelitian yang berdisiplin dan kooperatif, dan fungsi-fungsi barunya berupa gabungan dari pengetahuan ilmiah dan kekuasaan industrial.
Yang menjadi target utama serangan para revolusioner ialah pendidikan tradisional yang lebih tinggi yaitu yang dikenal dengan Skolastik.  Tokoh revolusioner abad ke 17 adalah sebagai berikut;
-          Francis Bacon di Inggris yang lahir pada thun 1567; dan
-          Galileo Galilei di Italia, yang lahir pada tahunn 1564. Keberhasilan filsafat ini, terjadi/terlihat pada akhir abad ke 17.



IV.       Ilmu di Zaman Revolusi Modern
Revolusi ini dimulai pada abad ke 18, yang dimulai dengan ilmu selama refolusi industri. Kebanyakan kemajuan dalam refolusi industri berasal dari ilmu yang rasionalisasi teknik-teknik kerajinan dan penemuan-penemuan mesin sederhana untuk menggantikan penggarapan-penggarapan manual. Penemuan yang pertama kali dalam revolusi ini adalah ditemukannya mesin uapvakum di Inggris (1711) yang berasal dari Pneumatika abad ke 17 dan dipengaruhi oleh seorang Insinyur Inggris, James Watt sejak tahun 1763. Hasil penemuan tersebut erat sekali kaitannya dengan perkembangan dari teori panas (theory of heat).
Gerakan refolusi modern ini juga disebut Pencerahan. Pencerahan dimulai pada tahun  1730-an oleh Viltaire; dia memakai citra newton untukn menantang/melawan ortodoksi kosmologi dan fisika Descrates yang berlaku resmi pada saat itu. Ilmu di zaman revolusi modern ini, merembet samapi ke Perancis. Refolusi ilmu di perancis menekankan pada suatu sistem pendidikan. Pusat sistem itu ialah Ecole Polytechinique di Paris, sebagian besar ditujukan untuk melakukan pelatihan pada insinyur angkatan bersenjata. Gaya dominan ilmu di zaman refolusi ialah matematis. Hasil dari ilmu tersebut yang masih ada sampai sekarang adalah sistem pengukuran yang didasarkan pada satuan-satuan alamiah dan rasional. Pada zaman ini pula ditemukan elektromagnetisme (1820) oleh fisikawan Belanda yaitu Hans Christian Qrsted, yang sekarang dikenal sebagai hasil akhir penelitian penelitian.

V.         Zaman Matangnya Ilmu-Ilmu
Pada zaman ini (selama abad 18) semua jenis bidang ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Satu demi satu disiplin ilmiah mengalami kemajuan ilmiah serupa dalam pencapaian sistem-sistem yang runtut dan dalam penciptaan lembaga-lembaga aktivitas ilmiah. Pada zaman ini ilmu mengalami perluasan yang meliputi penggabungan matematika dengan eksperimen dalam fisika, penerapan teori kepada eksperimen dalam kimia, dan eksperimen yang terkendali dalam biologi.  Kalau kita lihat dalam ilmu geologi, maka pada zaman ini geologi memiliki sisi filosofis dalam spekulasi-spekulasinya mengenai sejarah bumi dan memiliki sisi praktis dalam pemanfatan sumber daya alam. Thedormodinamika menyatukan ilmu-ilmu tentang panas dan kerja serta memungkinkan sebuah teori untuk mengembangkan perubuhan kimia. Akar perkembangan tersebut dimulai dari fisikawan di bidang kekuatan rekayasa (power engineering) yang dipelopori leh Sadi Carnot dari Perancis dan James Joule dari Inggris.
Sedangkan pada awal masa abad 20, ilmu bersifat profesional dalam organisasi sosialnya, reduksionis dalam gayanya, dan positif dalam jiwanya, serta ilmu sudah dipandang sebagai hasil karya penelkiyian murni. Hampir semua penelitiajn dilakukan oleh para ahli yang dilatih dengan sangat ketat, bekerja secara total atau seperlunya untuk pekerjaan ini dalam lembaga-lembaga khusus. Gaya pekerjaan pada periode ini sebagian besar bersifat reduksionis, penyelidikan dipusatkan pada proses-proses murni, stabil, dan dapat di kontrol secara buatan yang dapat terlaksana di laboratorium. Jiwa positif ilmu ini terlihat dengan meningkatnya pemisahannnya dari refleksi filosofis.


FILSAFAT ILMU

I.           Pendekatan Umum Pada Filsafat Ilmu
Pada hakikatnya filsafat ilmu pertama-tama berusaha menjelaskan unsur-unsur yang telibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu; prosedur-prosedur pengaatan, pola-pola argumen, metode penyajian dan perhitungan, peraandaian-peraandaian metafisik, dan sebagainya. Dari situ meka di emvaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika formal, metodologi praktis metafisika. Dalam perkembangan filsafat , ada dua topik yang sering disukai oleh para ilmuan;  ontologis atau ontal dan epistemologis. Pada tingkat yang lebih umum dan abstarak, filsafat ilmu tak ernah dapat dipisahkan sama sekali dari metafisika dan epistemologis. Oleh karena itu, pada penyelidikan pada masa kini pada filsafat ilmu memeuat upaya prasangka terhadap persoalan utama yakni apakah metode-metode analisis logis saja yang sah ataukah pada titik-titik tertentu topiknya bertumpang tindih secara sah dengan topik-topik yang berdekatan dengannya, seperti psikologi kognitif, sejarah lmu, dan epistemologi.

II.            Konseptualisasi dan Metodologi Ilmu
Pada bagian ini menjelaskan para filsuf diharuskan untuk mempertimbangkan bukan Cuma alam semesta yang terisolasi – sekedar tumpukan fakta-fakta empiris, yang menunggu dengan bisu ditemukan manusia – tetapi juga cara manusia mencerap dan menafsirkan sendiri fakta-fakta itu ketika memasukkannya kedlam genggaman suatuteori yang dapat dipahami yang didalmnya kesahihan ide-ide teoritis yang dihasilkan  (atau konsep-konsep) dipengaruhi leh pemrosesan data empiris. Klarifikasi metodologis dalam filsafat ilmu telah membawa kemajuan kreatif pada ilmu itu sendiri sehingga, pada gilirannya , memunculkan pengalaman baru yang dapat dimanfaatkan para filsuf untuk memajukan analisis metodologisnya.
Konseptualisasi untuk mendapatkan suatu hasil yang pasti maka dibutuhkan metodologi ilmu. Metodologi sendiri berfungsi sebagai sistem yang teratur yang didalamnya mencakup data empiris dan penafsiran teoritis. Prosedur empiris ilmu meliputi prosedur pengukuan yang membawa ilmuwan tiba pada pemikiran-pemikiran kuatitatifv terhadap variabel-variabel dan besaran-besaran yang dipertimbangkan didalam teori-teori mereka. Kemudian yang berikutnya adalah terdapat prosedur-prosedur analitis statistik untuk rancangan ekperimen-ekperimen ilmiah. Yang ada akhirnya penggunaan awal data empiris sang ilmuawan menharuskannya menggunakan prosedur-prosedur klarifikasi sistematik.
Bagi empiris, peraandaian fundamental ialah bahwa fakta-fakta yang membenarkan perubahan-perubahan dalam ide-ide ilmiah secara intelektual mendahului teori-teori, jika waktu mengisinkan, yang dikembangkan untuk menjelaskannya, dan juga dapat dikenali secara terpisah dan mendahului semua konstruksi teori. Dalam proses pengesahan dan pembenaran lmu yang telah diteliti maka diperlukan dua langkah; langkah formal yang menyimpulkan prediksi-prediksi baru dari teori tersebut dan langkah empiris yang menbandingkan prediksi-prediksi tersebut dengan fakta-fakta sehingga memperlihatkan kebenaran teori tersebut atau membuktikan kekeliruannya. Pada intinya penyatuan konseptual dan metodologis menyajikan suatu gerakan yang sejati dalam perkembangan pemikiran ilmiah; namun bentuk logis ilmu terpadu yang dituju para filsuf bukanlah sesuatu yang dapat diletakkannya secara definitif sebelum zamannya tiba.
III.         Isu-Isu Yang Lebih Dalam Dan Luas Yang Melibatkan Ilmu
Penulis dalam tulisannnya pada bagian ini membagikan dua bagian, yaitu; pertama status filosofis dan teori ilmiah; kedua hubungan antara ilmu dan budaya. Hal ini mau menjelaskan, bagaimana ilmu yang telah memlalui pembenaran dan dapat dibenarkan secara metodologis (penelitian ilmiah) harus dapat berkorelasi dengan budaya. Hal ini merupakan bentuk pendekatan yang mungkin tidak mejadikan masalah substantif – yang membatasi tapal batas ilmu secara eksakpada semua titik – jauh lebih mudah dibanding sebelumnya, namun ia mempunyai suatu keunggulan yang asli; ia menhargai fakta yang asli; ia menghargai fakta yang sangat penting, yang menarik perhatian khusus  pada konteks pembacaan ini ialah bahwa ciri khas ilmu terletak bukan pada tipe-tipe objek dan peristiwa yang dapat diakses ilmuwan melainkan dalam prosedur-prosedur intelektual yang dipakai dalam penyelidikan-penyelidikannya dan juga dalam jenis-jenis masalah yang membantunya mencapai solusi ilmiah.